Oleh: Ronald Y. Sinlae, S.Th.
BAB I
PENGERTIAN,
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG LAHIRNYA FILSAFAT, FUNGSI DAN KEGUNAAN FILSAFAT
Sejarah Lahirnya Filsafat Di Yunani
Orang Yunani adalah orang orang yang sangat percaya
akan dongeng dan takhayul, tetapi lama kelamaan terutama saat mereka mampu membedakan
mana yang riil dan ilusi, mereka mampu keluar dari kungkungan mitologi dan
mndapatkan dasar pengetahuan ilhmiah. inilah titik awal manusia menggunakan
rasio untuk meneliti dan sekaligus mmpertanyakan dirinya dan alam jagad raya.
karena manusia selalu berhadapan dengan alam yang
begitu luas dan penuh misteri, timbul rasa ingin mengetaui rahasia alam itu
sendiri. lalu timbul pertanyaan dalam pikirannya, darimana datangnya alam ini,
bagai mana kejadiaannya, bagaimana kemajuannya dan kemana tujuannya? pertanyaan
semacam inilah yang menjadi pertanyaan kalangan filosof Yunani sehingga tak
heran kemudian mereka disebut sebagai filosof alam karena perhatiannya yang
begitu besar pada alam. filosof ini juga disebut filosof prasokrates.
Sekitar abad IX SM atau sekitar tahun 700 SM di
Yunani dikenal dengan istilah Shopia yang berarti kebijaksanaan atau diartikan
juga sebagai kecakapan. kata Philoshophos mula-mula dipergunakan oleh
Heraklitos (540 SM). sementara ada juga yang mengatakan bahwa kata tersebut
mula-mula dipakai Phytagoras. filosophos haruslah mempunyai pengetahuan dan
wawasan yang luas sebagai wujud kecintaan terhadap pencarian kebenaran dan
mulai jelas dipergunakan pada zaman kaum Sofis dan Socrates yang memberikan
arti Philosophein sebagai penguasaan secara sistematis terhadap pengetahuan
teoritis. philosophia adalah hasil dari perbuatan. dan philosofos adalah orang
yang melakukan pemikiran dan perbuatan.
Pemikiran filsafat inilah yang memulai masa
peralihan rakyat Yunani yang Mitosentris menjadi Logosentris, peristiwa
peralihan ini disebut the greek miracle yang artinya suatu
peristiwa yang ajaib. Beberapa faktor yang mendahului lahirnya filsafat di
Yunani, yaitu:
a) Mitologi bangsa Yunani
,
b) Kesusastraan Yunani
,dan
c) Pengaruh ilmu
pengetahuan pada waktu itu sudah sampai di Timur Kuno.
Selain itu, terdapat lima
kemampuan yang menanadai zaman pra-Yunani Kuno yaitu sebagai berikut:
a) Know how dalam
kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada pengalaman,
b) Pengetahuan yang
berdasarkan pengalaman yang diterima dengan sikap receptive mind,
c) Kemampuan menemukan
abjad dan system bilangan alam,
d) Kemampuan menulis,
menghitung dan menyususun kalender yang didasarkan atas sintesa terhadap hasil
abstraksi yang dilakukan, dan
e) Kemampuan
meramal suatu peristiwa yang sebelumnya yang pernah terjadi.
Tokoh yang diakui sebagai filsuf pertama dalam kebudayaan Barat adalah Thales dari Miletus. Thales adalah salah seorang dari ketujuh
orang pandai, yang kesohor dalam cerita-cerita Yunani kuno, yaitu: Solon, Bias, Pittakos, Chilon, Periandos, dan
Kleobulos. Ia
adalah seorang saudagar yang banyak berlayar ke negeri Mesir, dan juga seorang
ahli politik yang terkenal. Selain itu ia juga mempelajari matematika (imu
pasti) dan astronomi (ilmu bintang). Tidak heran ia dijuluki oleh orang-orang
sebagai ahli nujum dengan mempergunakan kepintarannya.[1] Ini terbukti ketika Thales menjalani profesinya itu
pada tahun 585 SM, sebab ia mencapai ketenaran setelah berhasil meramalkan
gerhana matahari yang terjadi pada tanggal 28 Mei 585 SM. Tetapi Paul Strathern menanggapi pendapat ini dengan mengatakan bahwa Thales
menyontek pengetahuan dari peradaban Babylonia. Mereka ini disebut sebagai filsuf alam. Bagi orang Yunani, yang dimaksudkan dengan alam (=phusis) ialah kenyataan hayati dan kenyataan jasmani.[2]
BAB
II
METODE
PENELITIAN DALAM FILSAFAT
Metode berasal dari kata "tnethedeuo" (meqedeuw),
yang berarti: "mengikuti jejak atau mengusut", menyelidiki dan
meneliti. Methedeuo berasal dari kata "methodos" (meqodoj)
Akar kata methodos adalah "meta" (meta) = "dengan", dan "hodos" ('odoj) = "jalan". Dalam hubungan dengan suatu
upaya yang bersifat ilmiah; metode berarti: cara kerja yang teratur dan
sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang dipermasalahkan, yang
merupakan sasaran dari bidang ilmu tertentu.
Dalam arti luas metode berarti: "cara
bertindak menurut sistem atau aturan tertentu". Dan secara khusus metode berarti cara berpikir menurut aturan atau sistem tertentu} Atau dapat juga disebutkan bahwa dengan adanya
berbagai metode dapat berfungsi sebagai mengecek kebenaran dari
kesimpulan-kesimpulan yang dikemukakan. Karena filsafat itu sendiri berusaha
untuk mencari kebenaran yang hakiki. Oleh karena itu, adalah hal yang wajar
dalam filsafat untuk selalu mengecek dan recek atas kesimpulan-kesimpulan.
Mohammad Noor Syam2 mengartikan metode sebagai berikut:
1) Suatu prosedur yang dipakai untuk mencapai suatu
tujuan.
2) Suatu teknik mengetahui yang dipakai dalam proses mencari
ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu.
3) Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu
prosedur.
Metode
merupakan syarat terjadinya efisien usaha atau pekerjaan demi tercapainya
tujuan. Tanpa metode tertentu, arah pekerjaan menjadi tidak terjamin dalam
mencapai tujuan. Metode adalah syarat suatu ilmu.
Metode
penelitian dalam filsafat dapat diartikan "suatu cara atau jalan yang ditempuh dalam suatu
proses tindakan/rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan
sistematis untuk memperoleh pemecahan permasalahan atau jawaban atas pertanyaan
tentang kefilsafatan''.
Metode
perlu kita ketahui agar kita lebih mudah mempelajari filsafat. Dengan metode
itu kita diantar pada tujuan. Karena metode itu merupakan jalan, kita tidak
akan sampai tujuan jika tidak mengetahui jalannya.
Di
bawah ini adalah metode-metode yang dipakai dalam penelitian filsafat
berdasarkan buku "Metodologi Penelitian
Filsafat" oleh Anton Bakker &
Achmad Charris Zubair (Kanisius, Yogyakarta), dan buku "Metodologi Penelitian Filsafat" oleh Drs. Sudarto (Rajawali Pers - Jakarta).
Metode-metode yang dimaksud adalah interprestasi, induksi dan deduksi,
koherensi intern, relistika, kesinambungan historis, idealisasi, komparasi,
heuristika, analogikal, deskripsi.
metode
yang dipergunakan dalam filsafat ada tiga macam, yaitu:
1. Contemplative
(perenungan);
memikirkan
sesuatu (segala sesuatu) tanpa keharusan adanya kontak langsung dengan
objeknya. Objek perenungan dapat berupa apa saja, misalnya makna hidup.
Merenung adalah suatu cara yang sesuai dengan watak filsafat, yaitu memikirkan
segala sesuatu sedalam-dalamnya.
2. Spekulative;
yang juga
berarti perenungan atau merenung. Mengerti hakikat sesuatu berarti kita harus
menyelami sesuatu lebih mendalam, wajar melalui perenungan dengan pikiran yang
tenang, kritis; pikiran mumi (reflective
thinking), cenderung
menganalisis, menghubungkan antar masalah berulang-ulang sampai mantap.
3. Deduktif; penyelidikan
berdasarkan eksperimen yang dimulai dari objek yang umum untuk mendapat
kesimpulan yang bersifat khusus. Berpikir dengan metode deduktif ini dimulai
dari realita yang bersifat umum guna mendapatkan kesimpulan-kesimpulan tertentu
yang khusus.
Contoh:
-
Semua
manusia mengalami kematian (umum)
-
Ali
manusia
-
Ali
mengalami kematian (karena dia manusia) kesimpulannya.
BAB III
SISTEMATIKA FILSAFAT
Salah satu bukti bahwa seseorang berfilsafat adalah ia
berpikir secara sistematis. Dengan demikian, pemikirannya itu akan mudah
dipahami. Jikalau suatu ilmu tidak disusun secara sistematis, sangat sulit
untuk mengetahui dari mana awalnya atau sampai di mana akhirnya. Dengan
demikian hasilnya akan rancu dan mengambang.
Agar filsafat mudah dipahami, ia harus disusun secara
sistematis. Salah satu usahanya adalah dengan membagi-bagi filsafat menurut
persoalan-persoalan pokok yang dihadapi. Misalnya: filsafat manusia, filsafat
hukum, dan filsafat politik. Dari situlah lahir pembagian sistematika dalam
ilmu filsafat.
Sebelum
masa Aristoteles, pembagian sistematika filsafat belumlah begitu jelas.
Pengertian umum pada waktu itu adalah bahwa ilmu filsafat sudah mencakup
seluruh pengetahuan manusia. Pemisahan baru terjadi sesudah berkembangnya ilmu
pengetahuan itu. Filsafat tidak sanggup lagi menjawab segala persoalan yang
dihadapi oleh manusia. Bukan berarti filsafat mengalami kemunduran, tetapi
ketika menghadapi persoalan secara khusus, filsafat tidak sanggup memberi
jawaban yang memuaskan secara terperinci. Misalnya, ketika orang ingin
mempelajari tentang makhluk hidup; filsafat hanya mampu memberi jawaban secart
garis besarnya saja. Untuk mendapat keterangan dan penjelasan yang lebih
memuaskan, kita harus mempelajari "biologi".
Dalam
keadaan demikianlah (menghadapi kesulitan untuk menjawab berbagai persoalan),
lahirlah apa yang disebut dengan ilmu pengetahuan khusus. Ilmu pengetahuan yang
khusus itu meninggalkan induknya, yaitu filsafat. Walaupun filsafat ditinggalkan
oleh ilmu-ilmu pengetahuan khusus, tidak berarti filsafat punah sama sekali.
Filsafat tetap hidup (survival) dengan eksistensi baru, corak baru, yaitu
sebagai "ilmu sempurna" atau "ilmu
istimewa" dengan misinya untuk
mengusahakan pemecahan segala masalah yang tidak dapat dipecahkan oleh
ilmu-ilmu pengetahuan khusus itu.
Filsuf
yang pertama kali dianggap sebagai perumus pembagian ilmu filsafat ialah
ARISTOTELES. Dialah orang yang pertama kali merumuskan ilmu logika sebagai ilmu
tersendiri dan merupakan suatu cabang dari filsafat.
Sebenarnya PLATO (guru Aristoteles) telah mulai
membedakan lapangan-lapangan filsafat ke dalam tiga macam cabang, yaitu:
1.
Dialektika; yang mengandung persoalan ide-ide atau pengertian-pengertian umum.
2.
Fisika; yang mengandung persoalan dunia materi.
3.
Etika; yang mengandung persoalan baik dan buruk.
Tetapi
Aristoteleslah yang merumuskan pembagian filsafat secara lebih konkret dan
sistematis. Pembagiannya itu telah diakui dalam waktu yang lama sekali. Bahkan
pengaruhnya sangat nyata dalam pembagian filsafat sampai saat ini. Ada pun
pembagian filsafat menurut Aristoteles adalah sebagai berikut:
1. Logika; ilmu
ini dianggapnya sebagai ilmu pendahuluan bagi filsafat.
2. Filsafat teoritis; yang mencakup:
a. Ilmu Fisika
b. Ilmu Matematika
c. Ilmu Metafisika
3. Filsafat
Praktis; yang mencakup:
a. Ilmu Etika; yang mengatur kesusilaan dan
kebahagiaan dalam hidup perseorangan.
b. Ilmu Ekonomi; yang mengatur kesusilaan dan
kemakmuran dalam keluarga.
c. Ilmu Politik; yang mengatur kesusilaan dan
kemakmuran dalam negara.
1.
Logika; mempertanyakan tentang: apakah hukum-hukum penyimpulan yang lurus itu?
2.
Metodologi; mempertanyakan tentang: apakah teknik-teknik penyelidikan itu?
3.
Metafisika; membicarakan tentang segala sesuatu yang ada.
4.
Ontologi; mempertanyakan tentang: apakah kenyataan itu?
5.
Kosmologi; mempertanyakan tentang: bagaimanakah keadaannya sehingga kenyataan itu
dapat teratur?
6.
Epistemologi; mempertanyakan tentang: apakah kebenaran itu?
7.
Biologi
kefilsafatan; mempertanyakan tentang: apakah hidup itu?
8.
Psikologi
kefilsafatan; mempertanyakan tentang: apakah jiwa itu?
9.
Antropologi
kefilsafatan; mempertanyakan tentang: apakah manusia
itu?
10.Sosiologi kefilsafatan; mempertanyakan tentang: apakah
masyarakat dan negara itu?
11.Etika; mempertanyakan tentang: apakah yang
baik itu?
12.Estetika; mempertanyakan tentang: apakah yang
indah itu?
13.Filsafat agama; mempertanyakan tentang: apakah yang
keagamaan itu?
BAB IV
FILSAFAT, ILMU PENGETAHUAN DAN TEOLOGI
Dalam bagian ini kita akan mempelajari hubungan antara
filsafat, ilmu pengetahuan dan teologi, apa yang menjadi perbedaannya, dan apa
hubungan filsafat dengan Alkitab? Setelah mempelajari hal tersebut, diharapkan
kita mengetahui apa yang menjadi pertanggungjawaban moral atasnya? Dan de¬ngan
mengetahui pertanggungjawaban moral di atas, kita akan sadar dan tahu posisinya
ada di mana. Perhatikan makna yang terkandung dalam falsafah ini:
Ada orang yang tahu bahwa
dia tahu.
Ada orang yang tahu bahwa
dia tidak tahu.
Ada orang yang tidak tahu
bahwa dia tahu.
Ada orang yang tidak tahu
bahwa dia tidak tahu.
Di mana posisi kita sekarang sesudah mempelajari
filsafat? Orang mempelajari filsafat tentu untuk memperoleh pengetahuan yang
benar. Kepuasan manusia akan tampak bila ia sudah tahu. Tahu yang memuaskan
hati manusia adalah tahu yang benar. Tahu yang tidak benar disebut "keliru".
Keliru sering kali lebih jelek daripada tidak tahu. I.R. Poedjawijatna[4]
mengatakan: "tahu yang keliru, kalau dijadikan dasar tindakan, kerap
kali tindakan itu pun keliru juga, malapetaka mungkin timbur.
Hubungan
Antara Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan dan Teologi
Filsafat adalah induk
segala ilmu. Oleh karena itu, filsafat memandang dunia dan alam semesta sebagai
keseluruhan dalam usaha menerangkannya; menafsirkannya, dan memahaminya secara
keseluruhan. Hasil penemuan dari filsafat ini tidak memperoleh jawaban yang memuaskan karena merangkum dari segala
keberadaan, yang menjadi objek penelitiannya.
Oleh karena itu, ilmu pengetahuanlah yang bertugas
memberi jawaban secara khusus untuk bidang-bidang tertentu. Misalnya; sosiologi
untuk mempelajari hubungan manusia dengan lingkungannya. Sedangkan untuk
menguji dan memberi nilai atas kedua bidang tersebut (FILSAFAT dan ILMU
PENGETAHUAN) merupakan tanggung jawab TEOLOGI. Sebab tolak ukur teologi adalah
Alkitab. Dan Alkitab adalah "firman Allah"; yang merupakan kebenaran
hakiki dan diterima dengan iman.
Bila hasil penemuan filsafat dan ilmu pengetahuan bertolak
belakang dengan nilai kebenaran (= yaitu Alkitab) hasil penemuan itu harus
ditolak. Misalnya: teori
evolusi yang
dicetuskan oleh Charles Darwin; yang mengatakan bahwa manusia berasal dari
keturunan binatang tingkat rendah (monyet). Ini sudah jelas salah. Ini bukan
kebenaran. Ini sama dengan pelecehan ciptaan Tuhan
yang mulia, yaitu manusia. Dikatakan manusia diciptakan menurut Gambar dan Rupa
Allah (Kejadian 1:26-27). Kalau manusia adalah keturunan monyet, pada
hakikatnya pendapat tersebut menghina Allah sendiri. Hal itu juga menjadi
suatu bencana bagi manusia. Harun Yahya dalam bukunya "BENCANA KEMANUSIAAN AKIBAT DARWINISME"; mengemukakan bahaya dari paham/aliran
Darwinisme ini, yaitu terjadinya
rasisme dan kolonialisme, menjadi sumber kekejaman komunis, munculnya
kapitalisme dan perjuangan untuk mempertahankan hidup di bidang ekonomi. Itulah
kehancuran moral akibat Dar-. winisme.
Harun Yahya menyimpulkan
bahwa, "Sepanjang sejarah telah terjadi peperangan, penindasan,
pembunuhan dan pertikaian. Namun, mengapa jumlah dan cakupan dari semua bencana
ini begitu besar di abad lalu adalah karena pembenaran ilmiah keliru yang
diberikan Darwinisme terhadap pembunuhan, penindasan dan pertikaian ini. Karena pernyataan ideologi ini, para pembunuh, diktator, dan ideolog bengis
mampu menjelaskan bahwa kebijakan yang mereka terapkan adalah benar dengan
mengatakan 'hukum alam juga berlaku pada masyarakat manusia'.". Ini
merupakan salah satu contoh bencana kemanusiaan akibat teori Darwin.
Admin : Renal
[1]Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani (Jakarta:
Tintamas, 1986), 6.
[2]Paul Stathern, 90 Menit Bersama Socrates (Jakarta:
Erlangga, tt), 3.
[3]Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996), 71-84.
[4]I.R. Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan (Jakarta:
Rineka Cipta, 1998), 10.