ANGKATAN 2008

ANGKATAN 2008

Rabu, 17 April 2013

Ringkasan Filsafat Kristen Jonar Situmorang


Oleh: Ronald Y. Sinlae, S.Th. 


BAB I
PENGERTIAN, FAKTOR-FAKTOR PENDORONG LAHIRNYA FILSAFAT, FUNGSI DAN KEGUNAAN FILSAFAT

Sejarah Lahirnya Filsafat Di Yunani
Orang Yunani adalah orang orang yang sangat percaya akan dongeng dan takhayul, tetapi lama kelamaan terutama saat mereka mampu membedakan mana yang riil dan ilusi, mereka mampu keluar dari kungkungan mitologi dan mndapatkan dasar pengetahuan ilhmiah. inilah titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti dan sekaligus mmpertanyakan dirinya dan alam jagad raya.
karena manusia selalu berhadapan dengan alam yang begitu luas dan penuh misteri, timbul rasa ingin mengetaui rahasia alam itu sendiri. lalu timbul pertanyaan dalam pikirannya, darimana datangnya alam ini, bagai mana kejadiaannya, bagaimana kemajuannya dan kemana tujuannya? pertanyaan semacam inilah yang menjadi pertanyaan kalangan filosof Yunani sehingga tak heran kemudian mereka disebut sebagai filosof alam karena perhatiannya yang begitu besar pada alam. filosof ini juga disebut filosof prasokrates.
Sekitar abad IX SM atau sekitar tahun 700 SM di Yunani dikenal dengan istilah Shopia yang berarti kebijaksanaan atau diartikan juga sebagai kecakapan. kata Philoshophos mula-mula dipergunakan oleh Heraklitos (540 SM). sementara ada juga yang mengatakan bahwa kata tersebut mula-mula dipakai Phytagoras. filosophos haruslah mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas sebagai wujud kecintaan terhadap pencarian kebenaran dan mulai jelas dipergunakan pada zaman kaum Sofis dan Socrates yang memberikan arti Philosophein sebagai penguasaan secara sistematis terhadap pengetahuan teoritis. philosophia adalah hasil dari perbuatan. dan philosofos adalah orang yang melakukan pemikiran dan perbuatan.
Pemikiran filsafat inilah yang memulai masa peralihan rakyat Yunani yang Mitosentris menjadi Logosentris, peristiwa peralihan  ini disebut the greek miracle yang artinya suatu peristiwa yang ajaib. Beberapa faktor yang mendahului lahirnya filsafat di Yunani, yaitu:
a) Mitologi bangsa Yunani ,
b) Kesusastraan Yunani ,dan
c) Pengaruh ilmu pengetahuan pada waktu itu sudah sampai di Timur Kuno.

Selain itu, terdapat lima kemampuan yang menanadai zaman pra-Yunani Kuno yaitu sebagai berikut:


a) Know how dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada pengalaman,
b) Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman yang diterima dengan sikap receptive mind,
c) Kemampuan menemukan abjad dan system bilangan alam,
d) Kemampuan menulis, menghitung dan menyususun kalender yang didasarkan atas sintesa terhadap hasil abstraksi yang dilakukan, dan
e) Kemampuan meramal suatu peristiwa yang sebelumnya yang pernah terjadi. 
            Tokoh yang diakui sebagai filsuf pertama dalam kebudayaan Barat adalah Thales dari Miletus. Thales adalah salah seorang dari ketujuh orang pandai, yang kesohor dalam cerita-cerita Yu­nani kuno, yaitu: Solon, Bias, Pittakos, Chilon, Periandos, dan Kleobulos. Ia adalah seorang saudagar yang banyak berlayar ke negeri Mesir, dan juga seorang ahli politik yang terkenal. Selain itu ia juga mempelajari matematika (imu pasti) dan astronomi (ilmu bintang). Tidak heran ia dijuluki oleh orang-orang sebagai ahli nujum dengan mempergunakan kepintarannya.[1] Ini terbukti ketika Thales menjalani profesinya itu pada tahun 585 SM, sebab ia mencapai ketenaran setelah berhasil meramalkan gerhana matahari yang terjadi pada tanggal 28 Mei 585 SM. Tetapi Paul Strathern menanggapi pendapat ini dengan mengatakan bahwa Thales menyontek pengetahuan dari peradaban Babylonia. Mere­ka ini disebut sebagai filsuf alam. Bagi orang Yunani, yang dimaksudkan dengan alam (=phusis) ialah kenyataan hayati dan kenyataan jasmani.[2]



BAB II
METODE PENELITIAN DALAM FILSAFAT


Metode berasal dari kata "tnethedeuo" (meqedeuw), yang berarti: "mengikuti jejak atau mengusut", menyelidiki dan meneliti. Methedeuo berasal dari kata "methodos" (meqodoj) Akar kata methodos adalah "meta" (meta) = "dengan", dan "hodos" ('odoj) = "jalan". Dalam hubungan dengan suatu upaya yang bersifat ilmiah; metode berarti: cara kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang dipermasalahkan, yang merupakan sasaran dari bidang ilmu tertentu.
Dalam arti luas metode berarti: "cara bertindak menurut sistem atau aturan tertentu". Dan secara khusus metode berarti cara berpikir menurut aturan atau sistem tertentu} Atau dapat juga disebutkan bahwa dengan adanya berbagai metode dapat berfungsi sebagai mengecek kebenaran dari kesimpulan-kesim­pulan yang dikemukakan. Karena filsafat itu sendiri berusaha untuk mencari kebenaran yang hakiki. Oleh karena itu, adalah hal yang wajar dalam filsafat untuk selalu mengecek dan recek atas kesimpulan-kesimpulan. Mohammad Noor Syam2 mengartikan metode sebagai berikut:
1)     Suatu prosedur yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan.
2)     Suatu teknik mengetahui yang dipakai dalam proses men­cari ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu.
3)     Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu prosedur.
              Metode merupakan syarat terjadinya efisien usaha atau peker­jaan demi tercapainya tujuan. Tanpa metode tertentu, arah peker­jaan menjadi tidak terjamin dalam mencapai tujuan. Metode ada­lah syarat suatu ilmu.
              Metode penelitian dalam filsafat dapat diartikan "suatu cara atau jalan yang ditempuh dalam suatu proses tindakan/rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan permasalahan atau jawaban atas per­tanyaan tentang kefilsafatan''.
              Metode perlu kita ketahui agar kita lebih mudah mempelajari filsafat. Dengan metode itu kita diantar pada tujuan. Karena metode itu merupakan jalan, kita tidak akan sampai tujuan jika tidak mengetahui jalannya.
              Di bawah ini adalah metode-metode yang dipakai dalam pene­litian filsafat berdasarkan buku "Metodologi Penelitian Filsafat" oleh Anton Bakker & Achmad Charris Zubair (Kanisius, Yogya­karta), dan buku "Metodologi Penelitian Filsafat" oleh Drs. Sudarto (Rajawali Pers - Jakarta). Metode-metode yang dimak­sud adalah interprestasi, induksi dan deduksi, koherensi intern, relistika, kesinambungan historis, idealisasi, komparasi, heuristika, analogikal, deskripsi.
metode yang dipergunakan dalam filsafat ada tiga macam, yaitu:
1.     Contemplative (perenungan); memikirkan sesuatu (se­gala sesuatu) tanpa keharusan adanya kontak langsung dengan objeknya. Objek perenungan dapat berupa apa saja, misalnya makna hidup. Merenung adalah suatu cara yang sesuai dengan watak filsafat, yaitu memikirkan segala sesuatu sedalam-dalamnya.
2.     Spekulative; yang juga berarti perenungan atau mere­nung. Mengerti hakikat sesuatu berarti kita harus menye­lami sesuatu lebih mendalam, wajar melalui perenungan dengan pikiran yang tenang, kritis; pikiran mumi (reflec­tive thinking), cenderung menganalisis, menghubungkan antar masalah berulang-ulang sampai mantap.
3.      Deduktif; penyelidikan berdasarkan eksperimen yang dimulai dari objek yang umum untuk mendapat kesimpulan yang bersifat khusus. Berpikir dengan metode deduktif ini dimulai dari realita yang bersifat umum guna mendapatkan kesimpulan-kesimpulan tertentu yang khusus.
Contoh:
-          Semua manusia mengalami kematian (umum)
-          Ali manusia
-          Ali mengalami kematian (karena dia manusia) kesimpulannya.





BAB III
SISTEMATIKA FILSAFAT

                          Salah satu bukti bahwa seseorang berfilsafat adalah ia berpikir secara sistematis. Dengan demikian, pemikirannya itu akan mudah dipahami. Jikalau suatu ilmu tidak disusun secara siste­matis, sangat sulit untuk mengetahui dari mana awalnya atau sampai di mana akhirnya. Dengan demikian hasilnya akan rancu dan mengambang.
Agar filsafat mudah dipahami, ia harus disusun secara siste­matis. Salah satu usahanya adalah dengan membagi-bagi filsafat menurut persoalan-persoalan pokok yang dihadapi. Misalnya: filsafat manusia, filsafat hukum, dan filsafat politik. Dari situlah lahir pembagian sistematika dalam ilmu filsafat.
              Sebelum masa Aristoteles, pembagian sistematika filsafat be­lumlah begitu jelas. Pengertian umum pada waktu itu adalah bah­wa ilmu filsafat sudah mencakup seluruh pengetahuan manusia. Pemisahan baru terjadi sesudah berkembangnya ilmu pengeta­huan itu. Filsafat tidak sanggup lagi menjawab segala persoalan yang dihadapi oleh manusia. Bukan berarti filsafat mengalami kemunduran, tetapi ketika menghadapi persoalan secara khusus, filsafat tidak sanggup memberi jawaban yang memuaskan secara terperinci. Misalnya, ketika orang ingin mempelajari tentang makhluk hidup; filsafat hanya mampu memberi jawaban secart garis besarnya saja. Untuk mendapat keterangan dan penjelasan yang lebih memuaskan, kita harus mempelajari "biologi".
              Dalam keadaan demikianlah (menghadapi kesulitan untuk menjawab berbagai persoalan), lahirlah apa yang disebut dengan ilmu pengetahuan khusus. Ilmu pengetahuan yang khusus itu meninggalkan induknya, yaitu filsafat. Walaupun filsafat diting­galkan oleh ilmu-ilmu pengetahuan khusus, tidak berarti filsafat punah sama sekali. Filsafat tetap hidup (survival) dengan eksis­tensi baru, corak baru, yaitu sebagai "ilmu sempurna" atau "ilmu istimewa" dengan misinya untuk mengusahakan pemecahan se­gala masalah yang tidak dapat dipecahkan oleh ilmu-ilmu penge­tahuan khusus itu. 
              Filsuf yang pertama kali dianggap sebagai perumus pem­bagian ilmu filsafat ialah ARISTOTELES. Dialah orang yang pertama kali merumuskan ilmu logika sebagai ilmu tersendiri dan merupakan suatu cabang dari filsafat.
Sebenarnya PLATO (guru Aristoteles) telah mulai membeda­kan lapangan-lapangan filsafat ke dalam tiga macam cabang, yaitu:
1.      Dialektika; yang mengandung persoalan ide-ide atau pengertian-pengertian umum.
2.      Fisika; yang mengandung persoalan dunia materi.
3.      Etika; yang mengandung persoalan baik dan buruk.


            Tetapi Aristoteleslah yang merumuskan pembagian filsafat secara lebih konkret dan sistematis. Pembagiannya itu telah di­akui dalam waktu yang lama sekali. Bahkan pengaruhnya sangat nyata dalam pembagian filsafat sampai saat ini. Ada pun pembagian filsafat menurut Aristoteles adalah sebagai berikut:
1.      Logika; ilmu ini dianggapnya sebagai ilmu pendahuluan bagi filsafat.
2.      Filsafat teoritis; yang mencakup:
a.   Ilmu Fisika
b.   Ilmu Matematika
c.    Ilmu Metafisika
3.   Filsafat Praktis; yang mencakup:
a.   Ilmu Etika; yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup perseorangan.
b.   Ilmu Ekonomi; yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam keluarga.
c.   Ilmu Politik; yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam negara.
Menurut LOUIS O. KATTSOFF[3] filsafat dibagi atas:
1.    Logika; mempertanyakan tentang: apakah hukum-hukum penyimpulan yang lurus itu?
2.    Metodologi; mempertanyakan tentang: apakah teknik-teknik penyelidikan itu?
3.    Metafisika; membicarakan tentang segala sesuatu yang ada.
4.    Ontologi; mempertanyakan tentang: apakah kenyataan itu?
5.    Kosmologi; mempertanyakan tentang: bagaimanakah ke­adaannya sehingga kenyataan itu dapat teratur?
6.    Epistemologi; mempertanyakan tentang: apakah kebe­naran itu?
7.    Biologi kefilsafatan; mempertanyakan tentang: apakah hidup itu?
8.    Psikologi kefilsafatan; mempertanyakan tentang: apakah jiwa itu?
9.    Antropologi kefilsafatan; mempertanyakan tentang: apa­kah manusia itu? 
10.Sosiologi kefilsafatan; mempertanyakan tentang: apakah masyarakat dan negara itu?  
11.Etika; mempertanyakan tentang: apakah yang baik itu?
12.Estetika; mempertanyakan tentang: apakah yang indah itu?
13.Filsafat agama; mempertanyakan tentang: apakah yang keagamaan itu?


 
BAB IV
FILSAFAT, ILMU PENGETAHUAN DAN TEOLOGI

Dalam bagian ini kita akan mempelajari hubungan antara filsafat, ilmu pengetahuan dan teologi, apa yang menjadi perbedaannya, dan apa hubungan filsafat dengan Alkitab? Setelah mempelajari hal tersebut, diharapkan kita mengetahui apa yang menjadi pertanggungjawaban moral atasnya? Dan de¬ngan mengetahui pertanggungjawaban moral di atas, kita akan sadar dan tahu posisinya ada di mana. Perhatikan makna yang terkandung dalam falsafah ini:
Ada orang yang tahu bahwa dia tahu.
Ada orang yang tahu bahwa dia tidak tahu.
Ada orang yang tidak tahu bahwa dia tahu.
Ada orang yang tidak tahu bahwa dia tidak tahu.
Di mana posisi kita sekarang sesudah mempelajari filsafat? Orang mempelajari filsafat tentu untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Kepuasan manusia akan tampak bila ia sudah tahu. Tahu yang memuaskan hati manusia adalah tahu yang benar. Tahu yang tidak benar disebut "keliru". Keliru sering kali lebih jelek daripada tidak tahu. I.R. Poedjawijatna[4] mengatakan: "tahu yang keliru, kalau dijadikan dasar tindakan, kerap kali tindakan itu pun keliru juga, malapetaka mungkin timbur.


Hubungan Antara Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan dan Teologi
Filsafat adalah induk segala ilmu. Oleh karena itu, filsafat memandang dunia dan alam semesta sebagai keseluruhan dalam usaha menerangkannya; menafsirkannya, dan memahaminya secara keseluruhan. Hasil penemuan dari filsafat ini tidak mem­peroleh jawaban yang memuaskan karena merangkum dari segala keberadaan, yang menjadi objek penelitiannya.
Oleh karena itu, ilmu pengetahuanlah yang bertugas memberi jawaban secara khusus untuk bidang-bidang tertentu. Misalnya; sosiologi untuk mempelajari hubungan manusia dengan lingkung­annya. Sedangkan untuk menguji dan memberi nilai atas kedua bidang tersebut (FILSAFAT dan ILMU PENGETAHUAN) me­rupakan tanggung jawab TEOLOGI. Sebab tolak ukur teologi adalah Alkitab. Dan Alkitab adalah "firman Allah"; yang meru­pakan kebenaran hakiki dan diterima dengan iman.
Bila hasil penemuan filsafat dan ilmu pengetahuan bertolak belakang dengan nilai kebenaran (= yaitu Alkitab) hasil pene­muan itu harus ditolak. Misalnya: teori evolusi yang dicetuskan oleh Charles Darwin; yang mengatakan bahwa manusia berasal dari keturunan binatang tingkat rendah (monyet). Ini sudah jelas salah. Ini bukan kebenaran. Ini sama dengan pelecehan ciptaan Tuhan yang mulia, yaitu manusia. Dikatakan manusia diciptakan menurut Gambar dan Rupa Allah (Kejadian 1:26-27). Kalau ma­nusia adalah keturunan monyet, pada hakikatnya pendapat terse­but menghina Allah sendiri. Hal itu juga menjadi suatu bencana bagi manusia. Harun Yahya dalam bukunya "BENCANA KEMANUSIAAN AKIBAT DARWINISME"; mengemukakan bahaya dari paham/aliran Darwinisme ini, yaitu terjadinya rasis­me dan kolonialisme, menjadi sumber kekejaman komunis, munculnya kapitalisme dan perjuangan untuk mempertahankan hidup di bidang ekonomi. Itulah kehancuran moral akibat Dar-. winisme.
Harun Yahya menyimpulkan bahwa, "Sepanjang seja­rah telah terjadi peperangan, penindasan, pembunuhan dan pertikaian. Namun, mengapa jumlah dan cakupan dari semua bencana ini begitu besar di abad lalu adalah karena pembenaran ilmiah keliru yang diberikan Darwinisme terhadap pembunuhan, penindasan dan pertikaian ini. Karena pernyataan ideologi ini, para pembunuh, diktator, dan ideolog bengis mampu menjelaskan bahwa kebijakan yang mereka terapkan adalah benar dengan mengatakan 'hukum alam juga berlaku pada masyarakat manu­sia'.". Ini merupakan salah satu contoh bencana kemanusiaan akibat teori Darwin.


Admin : Renal




[1]Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani (Jakarta: Tintamas, 1986), 6.
[2]Paul Stathern, 90 Menit Bersama Socrates (Jakarta: Erlangga, tt), 3.
[3]Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996), 71-84.
[4]I.R. Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 10.

1 komentar:

  1. Terimakasih ya! Sudah memakai buku karya saya dalam perkuliahannya. Kiranya jadi berkat.

    BalasHapus