ANGKATAN 2008

ANGKATAN 2008
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Senin, 22 Juli 2013

Resume Buku Sosiologi Pendidikan suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem pendidikan



Oleh: Ronald Y. Sinlae, S.Th


 Sajian buku ini dibagi menjadi dua bagian yaitu membahas tentang sosiologi umum sebagai landasan, dan bagian kedua menyajikan sosiologi pendidikan serta masalah-masalah sosial yang terkait dengan pendidikan pada umumnya. Pengertian secara harafiah tentang sosiologi adalah ilmu tentang cara berteman atau berkawan dan bersahabat yang baik, atau cara bergaul yang baik dalam masyarakat. 
Sosiologi Pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.
Dalam buku ini membahas tentang sejarah sosiologi pendidikan, dan terdiri dari 4 fase, yaitu :
a. fase pertama, dimana sosiologi sebagai bagian dari pandangan tentang kehidupan bersama filsafat umum. Pada fase ini sosiologi merupakan cabang filsafat, maka namanya adalah filsafat sosial.
b. Dalam fase kedua ini, timbul keinginan-keinginan untuk membangun susunan ilmu berdasarkan pengalaman-pengalaman dan peristiwa-peristiwa nyata (empiris). Jadi pada fase ini mulai adanya keinginan memisahkan diri antara filsafat dengan sosial.
c. Sosiologi pada fase ketiga ini, merupakan fase awal dari sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Orang mengatakan bahwa Comte adalah “bapak sosiologi”, karena ialah yang pertama kali mempergunakan istilah sosiologi dalam pembahasan tentang masyarakat.
Sedangkan Saint Simon dianggap sebagai “perintis jalan” bagi sosiologi. Ia bermaksud membentuk ilmu yang disebut “Psycho-Politique”.
Dengan ilmu tersebut Saint Simon dan juga Comte mengambil rumusan dari Turgot (1726-1781) sebagai orang yang berjasa terhadap sosiologi, sehingga sosiologi menjadi tumbuh sendiri.
d. Pada fase yang terakhir ini, ciri utamanya adalah keinginan untuk bersama-sama memberikan batas yang tegas tentang obyek sosiologi, sekaligus memberikan pengertian-pengertian dan metode-metode sosiologi yang khusus. Pelopor sosiologi yang otonom dalam metodenya ini berada pada akhir abad 18 dan awal 19 antara lain adalah Fiche, Novalis, Adam Muller, Hegel, dan lain-lain.
Ruang lingkup kajian sosiologi adalah sebagai berikut:
a.   struktur sosial adalah jalinan dari seluruh unsur-unsur sosial
b.   unsur-unsur sosial, yang pokok adalah norma/kaidah sosial, lembaga sosial, kelompok sosial, dan lapisan sosial.
c. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama.
d. Perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial, seperti nilai, sikap, dan sebagainya.
konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan, yaitu sebagai berikut: Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dalam hal ini harus diperhatiakan pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat terhadap perkembangan pribadi anak. Misalnya, anak yang terdidik dengan baik dalam keluarga yang religius, setelah dewasa/tua akan cendrung menjadi manusia yang religius pula. Anak yang terdidik dalam keluarga intelektual akan cendrung memilih/mengutamakan jalur intlektual pula, dan sebagainya.
Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis perkembangan dan kemajuan social. Banyak orang/pakar yang beranggapan bahwa pendidikan memberikan kemungkinan yang besar bagi kemajuan masyarakat, karena dengan memiliki ijazah yang semakin tinggi akan lebih mampu menduduki jabatan yang lebih tinggi pula (serta penghasilan yang lebih banyak pula, guna menambah kesejahteraan social). Disamping itu dengan pengetahuan dan keterampilan yang banyak dapat mengembangkan aktivitas serta kreativitas social.
Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis status pendidikan dalam masyarakat. Berdirinya suatu lembaga pendidikan dalammasyarakat sering disesuaikan dengan tingkatan daerah di mana lembaga pendidikan itu berada. Misalnya, perguruan tinggi bisa didirikan di tingkat propinsi atau minimal kabupaten yang cukup animo mahasiswanya serta tersedianya dosen yang bonafid.
Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis partisipasi orang-orang terdidik/berpendidikan dalam kegiatan social. Peranan/aktivitas warga yang berpendidikan / intelektual sering menjadi ukuan tentang maju dan berkembang kehidupan masyarakat. Sebaiknya warga yang berpendidikan tidak segan- segan berpartisipasi aktif dalam kegiatan social, terutama dalam memajukan kepentingan / kebutuhan masyarakat. Ia harus menjadi motor penggerak dari peningkatan taraf hidup social.
Sosiologi pendidikan bertujuan membantu menentukan tujuan pendidikan. Sejumlah pakar berpendapat bahwa tujuan pendidikan nasional harus bertolak dan dapat dipulangkan kepada filsafat hidup bangsa tersebut. Seperti di Indonesia, Pancasila sebagai filsafat hidup dan kepribadian bangsa Indonesia harus menjadi dasar untuk menentukan tujuan pendidikan Nasional serta tujuan pendidikan lainnya. Dinamika tujuan pendidikan nasional terletak pada keterkaitanya dengan GBHN, yang tiap 5 (lima) tahun sekali ditetapkan dalam Sidang Umum MPR, dan disesuaikan dengan era pembangunan yang ditempuh, serta kebutuhan masyarakat dan kebutuhan manusia.
Kesimpulan
Jadi kesimpulannya bahwa ruang lingkup sosiologi pendidikan diihat dari objek kajian, sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antarmanusia tersebut didalam masyarakat. Jadi pada dasarnya sosiologi mempelajari masyarakat dan perilaku sosial manusia dengan meneliti kelompok yang dibangunnya. Sosiologi mempelajari perilaku dan interaksi kelompok, menelusuri asal-usul pertumbuhannya serta menganalisis pengaruh kegiatan kelompok terhadap anggotannya.
Sedangkan sosiologi pendidikan ialah disebabkan karena masyarakat mengalami perubahan sosial yang cepat. Perubahan sosial itu menimbulkan cultural lag. Cultural lag ini merupakan sumber masalah sosial dalam masyarakat. Masalah sosial itu di alami oleh dunia pendidikan. Lembaga pendidikan tidak mampu mengatasinya kemudian ahli sosiologi menyumbangkan pemikiran-pemikirannya untuk memecahkan masalah itu, maka lahirlah sosiologi pendidikan.
 Tujuan sosiologi pendidikan pada dasarnya untuk mempercepat dan meningkatkan pencapaian tujuan pendidikan secara keseluruhan. Karena itu, sosiologi pendidikan tidak akan keluar darim uapaya-upaya agar pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan tercapai menurut pendidikan itu sendiri.
Buku Sosiologi Pendidikan suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem pendidikan karangan Ary H. Gunawan saya rekomendasikan kepada semua dosen pendidikan agama Kristen, mahasiswa pendidikan agama Kristen, misionaris (calon misionaris), pemimpin gereja, pelayan dan semua kategori/pelayan awam. Buku ini memang disiapkan untuk mereka-mereka ini untuk memperlengkapi pengetahuan mereka.
Buku ini akan sangat menolong Para pendidik menjadi bijak dalam menganalisis problem-problem pendidikan serta memecahkan secara sosiologis. Hal ini akan menghasilkan manfaat lebih besar bagi peningkatan sumber daya manusia (SDM) Indonesia, dibandingkan sekedar menggunakan metode ganjaran (reward) dan hukuman sampai jerah (punishment). 


Judul: Sosiologi Pendidikan suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem pendidikan
Pengarang: Drs. Ary H. Gunawan
Penerbit: Jakarta : Rineka, 2010.

Admin: Renal


Resume Buku Sosiologi Pendidikan



Oleh : Ronald Y. Sinlae, S.Th.

 
Sosiologi Pendidikan adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.
Dalam buku ini  S. Nasution Mengatakan bahwa memberikan definisi sosiologi pendidikan tidak mudah. Para ahli pendidikan dan ahli sosiologi telah berusaha untuk memberikan definisi sosiologi pendidikan, namun definisi-definisi itu kebanyakan tidak terpakai oleh orang lapangan. Kesukaran untuk memperoleh definisi yang mantap tentang sosiologi pendidikan antara lain disebabkan :
(a)    Sukarnya membatasi bidang studi di antara bidang pendidikan dan bidang sosiologi.
(b) Kurangnya penelitian dalam bidang ini, dan
(c)  Belum nyatanya sumbangannya kepada pendidikan umumnya dan pendidikan
       guru khususnya.
Jadi sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis.
Aktivitas masyarakat dalam pendidikan, merupakan sebuah proses sehingga pendidikan dapat dijadikan instrumen oleh individu untuk dapat berinteraksi secara tepat di komunitas dan masyarakatnya. Pada sisi lain, sosiologi pendidikan memberikan penjelasan yang relevan dengan kondisi kekinian masyarakat, sehingga setiap individu sebagai anggota masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan berbagai fenomena yang muncul dalam masyarakatnya.
mengemukakan ruang lingkup sosiologi pendidikan meliputi pokok-pokok berikut ini:
1.         Hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat
a. Hubungan pendidukan dengan sistem sosial atau struktur sosial
b. Hubungan antara sistem pendidikan dengan proses kontrol sosial dan sistem
                            kekuasaan
c. Fungsi pendidikan dalam kebudayaan

d. Fungsi sistem pendidikan dalam proses perubahan sosial dan kultural atau
                            usaha mempertahankan status quo, dan
e. Fungsi sistem pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial, kultural
                            dan sebagainya
2. Hubugan antar manusia di dalam Sekolah
a. Hakikat kebudayaan Sekolah sejauh ada perbeadaanya dengan kebudayaan
                            diluar sekolah dan
b.Pola interaksi sosial dan stuktur masyarakat Sekolah, yang
                            antara lain meliputi berbagai hubungan kekuasaan, stratifikasi sosial dan
                            pola kepemimpinan informal sebagian terdapat dalam clique serta
                            kelompok-kelompok murid lainnya
3. Pengaruh Sekolah terhadap perilaku dan kepribadian semua pihak disekolah /
lembaga pendidikan
a. Peranan sosial guru-guru / tenaga pendidikan
b. Hakikat kepribadian guru / tenaga pendidikan
c. Pengaruh kepribadian guru / tenaga kependidikan terhadap kelakuan anak /
                            Peserta didik, dan
d. Fungsi Sekolah / lembaga pendidikan dalam sosial murid / peserta didik.
4. Hubungan lembaga pendidikan dalam masyarakat di sini dianalisis pola-pola
     interaksi antara sekolah/ lembaga pendidikan dengan kelompok-kelompok sosial
     lainnya dalam masyarakat di sekitar sekolah / lembaga pendidikan.
Hal yang termasuk dalam wilayah itu antara lain yaitu :
a. Pengaruh masyakarat atas organisasi Sekolah /lembaga pendidikan
b. Analisis proses pendidikan yang terdapat dalam sistematis sosial dalam
     masyarakat luar sekolah.
c. Hubungan antara Sekolah dan masyarakat pendidikan dan
d. Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam masyarakat yang berkaitan dengan
     organisasi Sekolah, yang perlu untuk memahami sistem pendidikan dalam
     masyarakat serta integrasinya di dalam kehidupan masyarakat.
Nasution mengemukakan ruang lingkup sosiologi pendidikan meliputi pokok-pokok berikut ini:
Hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat, Hubungan antar manusia di dalam Sekolah, Pengaruh Sekolah terhadap perilaku dan kepribadian semua pihak disekolah / lembaga pendidikan, hubungan lembaga pendidikan dalam masyarakat.
KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis.
ciri-ciri sosiologi adalah sebagai berikut:
a. Bersifat empiris yaitu didasarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat spekulatif.
b. Bersifat teoritis yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dan hasil observasi.
c. Bersifat kumulatif yaitu teori-teori sosiologi dibentuk berdasarkan teori yang ada kemudian diperbaiki, diperluas dan diperhalus
d. Bersifat nenotis yaitu tidak mempersoalkan baik buruk suatu fakta tertentu tetapi untuk menjelaskan fakta tersebut.
Buku Sosiologi Pendidikan karangan S. Nasution saya rekomendasikan kepada semua dosen pendidikan agama Kristen, mahasiswa pendidikan agama Kristen, misionaris (calon misionaris), pemimpin gereja, pelayan dan semua kategori/pelayan awam. Dimana kita sebagai orang percaya dan sebagai seorang pendidik dapat membangun suatu hubungan Sosialisasi yang baik dengan masyarakat maupun dengan ruang lingkup pendidikan. Buku ini memang disiapkan untuk mereka-mereka ini untuk memperlengkapi pengetahuan mereka.


Judul: Sosiologi Pendidikan.
Pengarang: S. Nasution.
Penerbit: Jakarta : Bumi Aksara, 2009.

Admin. Renal



Sintesa Gembala Sidang dan Pendidikan Agama Kristen

Sintesa Gembala Sidang dan Pendidikan Agama Kristen

Oleh : Ronald Y. Sinlae, S.Th


Definisi
            Kata “Gembala” dalam perjanjian lama menggunakan kata רָ×¢ָ×” (ra‘ah) mengandung makna to tend yang berrti memelihara; pasture yang berarti memberi makan rumput segara, mengembalakan.
            Pendidikan Agama Kristen dalam pernyataan Martin Luther (1483-1548) menjelaskan pengertian Pendidikan Agama Kristen adalah Pendidikan yang melibatkan warga jemaat untuk belajar teratur dan tertib agar semakin menyadari dosa mereka serta bersukacita dalam firman Yesus Kristus yang memerdekakan. Pendidikan Agama Kristen berfungsi untuk memperlengkapi mereka dengan sumber iman, khususnya yang berkaitan dengan pengalaman berdoa, firman dan rupa-rupa kebudayaan sehingga mereka mampu melayani sesamanya termasuk masyarakat dan negara serta mengambil bagian dengan bertanggung jawab dalam persekutuan Kristen.



Tugas
            Sebagai gembala sidang mempunyai tugas utama yaitu mengasihi Domba-domba dalam Yesaya 40:11, Yohanes 10:14, gembala mengenal domba-domba dan domba-domba mengenal gembala.
            Kedua, gembala melayani domba, 1 Petrus 5:2, 1 Tesalonika 2:7, Yohanes 10:15. Ketiga, Gembala menjadi teladan bagi domba, 1 Petrus 5:3, 1 Korintus 11:1. Keempat, memimpin Domba dalam Yesaya 45, Yesaya,40:11, kelima, memperlengkapi domba, Filipi 1:9-10, 1 Yoh 4:1, Matius 4:4; Kolose 3:16.
            Alexander Strauch mengatakan bahwa, “Tugas Penggembalaan itu ditandai dengan hubungan yang erat sekali, kasih, kelemah lembutan, kerendahan hati, kecakapan, dan kerja keras.

Guru menjadi penuntun murid untuk percaya dan menerima Kristus sebagai Juruselamat. Menjadi tanggungjawab guru untuk dapat menjelaskan tentang Jalan Keselamatan sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Firman Allah. Dengan lain kata, guru harus kenal Juruselamat baru dapat mengenalkan orang lain pada Juruselamat. Tuntunan bukan berarti paksaan, namun tuntunan dapat juga menjadi paksaan. Sebab itu para guru hendaknya tidak memaksa muridnya untuk mengenal Juruselamat, namun menuntun muridnya dengan kasih dan mendoakannya, sehingga dengan kesadaran diri dapat menerima Kristus.
Dengan hadirnya Kristus dalam hidup, maka hidup itu diberkati oleh Allah; itulah yang menjadi hasil pelayanan para guru Kristen. Kehadiran Roh Kudus yang diberikan kepada setiap orang percata, termasuk guru-guru Kristen, itulah yang dapat membuka semua rahasia Allah yang tersembunyi. Pelayanan Pendidikan Agama Kristen harus menuntun murid sampai pada pemilikan karunia-karunia yang diberikan Allah bagi orang percaya. Guru dalam hal ini mendapat kesempatan yang luar biasa untuk menunjukkan kekayaan/kemuliaan dan maksud kekal Allah bagi muridnya.
   Iman Kristen semuanya bersumber pada Alkitab, sebab itu pengenalan, pengetahuan tentang Firman Allah ini sangat penting dan relevan bagi para guru, murid dan orang percaya. Dengan Firman Allah inilah tujuan pembelajaran memahami perintah, petunjuk, nasihat yang selanjutnya menuntun para guru, murid, dan orang percaya untuk sadar akan rencana Allah yang hakiki bagi hidup Kristen. Pengetahuan Alkitab merupakan hal utama yang perlu mendapat sorotan-perhatian dari para guru Pendidikan Agama Kristen, agar dapat menciptakan murid-murid yang tumbuh dalam kedewasaan yang penuh dengan kekuatan Firman Allah. Sadar dan memiliki Firman Allah akan membuat hidup dan tabiat mampu merefleksikan kebenaran Injil dengan tepat dan etis.

Kesimpulan
            Hubungan antara Gembala sidang dan Pendidikan kristen tidak dapat dipisahkan Yaitu:
            Sebagai gembala sidang mempunyai tugas utama yaitu mengasihi Domba-domba dalam Yesaya 40:11, Yohanes 10:14, gembala mengenal domba-domba dan domba-domba mengenal gembala.
            Kedua, gembala melayani domba, 1 Petrus 5:2, 1 Tesalonika 2:7, Yohanes 10:15. Ketiga, Gembala menjadi teladan bagi domba, 1 Petrus 5:3, 1 Korintus 11:1. Keempat, memimpin Domba dalam Yesaya 45, Yesaya,40:11, kelima, memperlengkapi domba, Filipi 1:9-10, 1 Yoh 4:1, Matius 4:4; Kolose 3:16.

Referensi :
1. James Strong, The New Strong’s Exhaustive Concordance of the Bible “Greek Dictionary of the New Testament” (Kanada: Thomas Nelson Publisher’s, 1990), 27.  
2. Hasan Susanto, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan konkordansi Perjanjian Baru Jilid 1 (Jakarta: LAI, 2004), 656.
3. Steven Talumewo, Kevin C., Antropologi dan Hamartologi (Surabaya, STEP, 1994), 22.
4. Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pemikiran dan Praktek PAK dari Plato sampai Ig. Loyola, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1994), 342.  
5. Alexander Strauch, Kepenatuaan atau Kependetaan: Manakah yang Alkitabiah (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1992), 135.

Admin : Renal





      

 

Harga Diri Anak dan Pengaruhnya Terhadap hubungan sesama





Harga Diri Anak dan Pengaruhnya Terhadap hubungan sesama

Oleh Ronald Y. Sinlae, S.Th
Pendahuluan

Salah satu hal penting yang dapat kita kerjakan dalam pendidikan anak adalah mengembangkan dalam diri mereka kondisi emosi yang sehat dan konsep diri yang tepat, khususnya menurut Alkitab. Tanpa konsep diri yang benar, dan merasa diri berharga, anak akan hidup dalam kebingungan, tidak mampu untuk mencapai potensi yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
Konsep diri adalah seperangkat gagasan mengenai diri seseorang yang bersifat deskriptif, bukan suatu penilaian.
Selama masa kanak-kanak, anak mengembangkan pemahaman mengenai siapakah mereka dan dimana tempat mereka di dalam masyarakat. Pemahaman diri yang belum sempurna ini terus berkembang dan relatif stabil saat anak mencapai akhir sekolah dasar.
Konsep diri ini biasanya dapat diukur dengan jalan meminta anak untuk melihat diri mereka sendiri dan menceritakan bagaimana dia berbeda dengan orang lain. Dengan demikian konsep diri ini akan sangat mewarnai pertumbuhan pribadi anak, termasuk kerohaniannya, dan dalam proses sosialisasinya. Konsep diri ini akan memainkan bagian yang kritis dalam hubungan anak dengan sesamanya. Bagaimana konsep diri ini terbentuk? Sebagian besar pembentukan konsep diri dipengaruhi oleh lingkungan terdekatnya. Lingkungan pertama yang terdekat bagi anak adalah orang tua. Didalam proses perkembangannya, seorang anak membutuhkan teladan yang jelas dari orang tuanya. Standard yang jelas dan yang dilakukan oleh orang tua, yang akan membekali anak bahwa apa yang dilakukan adalah benar.
Untuk menemukan konsep dirinya anak membutuhkan figur seorang pemimpin. Figur pemimpin yang dimulai dari rumah akan sangat membantu anak untuk berkembang dengan sehat. Mayoritas ditemukan bahwa anak dan orang dewasa yang neurotik, bertumbuh di dalam rumah yang tidak ada figur ayah sebagai pemimpin, dan memiliki ibu yang dominan. Figur kepemimpinan ini juga dapat diperoleh diluar rumah, baik dari guru sekolah, guru sekolah minggu, teman, atau tokoh-tokoh imajinatif yang terdapat dalam buku dan media elektronik. Jika figur orang tua tidak kuat, maka figur di luar rumah lebih besar pengaruhnya terhadap anak.
 Konsep diri anak juga dipengaruhi oleh penggolongan jenis kelamin dan identitas. Sejak masa kanak-kanak awal, seorang anak telah dipengaruhi oleh pengertian penggolongan jenis kelamin, harapan sosial dan pemakaian perilaku yang berbeda antara pria dan wanita. Dengan demikian anak sejak awal mulai mengidentifikasikan dirinya sesuai dengan nilai-nilai, harapan dan pola perilaku yang diterima dari lingkungan, khususnya orang tua.
Harga diri dibangun atas tiga unsur yang fundamental: pertama rasa aman karena merasa dimiliki. Hal ini timbul karena ia merasa menduduki posisi yang berarti dan kuat di dalam keluarga. Kedua rasa puas karena ia merasa berhasil. Setiap anak perlu mendapat suatu kesempatan untuk merasa berhasil dalam melakukan sesuatu, dalam bidang apa saja. Ketiga sukacita karena merasa dihargai.
Seorang anak akan senantiasa merasa bersukacita jika ia menyadari bahwa ia berharga dan hal itu dapat dicapai jika ia senantiasa dipelihara dengan ucapan-ucapan pujian yang tulus dan yang diberikan secara konsisten.


Karena konsep diri ini berhubungan erat dengan nilai-nilai, harapan, dan pola perilaku yang diterima, maka nilai sistem, harapan dan pola perilaku yang paling awal berpengaruh adalah dari orang tua. Nilai sistem yang akan diserap anak adalah yang terjadi dalam pengalaman dan percakapan sehari-hari di dalam keluarga. Meier, dalam hal ini sangat menyoroti perubahan nilai sistem yang disodorkan oleh orang tua pada masa kini.


Harga Diri Anak dan Pengaruhnya Terhadap hubungan sesama

Ketika kita masih berdosa, Allah menyatakan kasihNya kepada kita. Berarti kita diterima oleh Allah dalam keadaan kita sejelek-jeleknya, karena pengorbanan Tuhan Yesus untuk kita (Roma 5:8).
Harga diri atau self esteem adalah pandangan keseluruhan dari individu tentang dirinya sendiri. Membangun citra diri biasanya diawali pada masa kanak-kanak dan sangat tergantung dari apa yang dia dengar tentang dirinya dari orang lain. 
Jadi, jika seorang anak selama masa hidupnya mendengar pujian, motivasi, dan kritikan yang membangun, maka kemungkinan besar anak itu akan berkembang menjadi pribadi yang baik dan memiliki rasa harga diri yang tinggi. Di sisi lain, jika anak selalu dikritik, diperlakukan kasar dan tidak pernah diberikan penghargaan atas prestasi kecil yang dia dapat, maka anak cenderung tumbuh menjadi pribadi yang kurang memiliki kepercayaan diri.
Membangun kepribadian seorang anak normalnya dimulai dari lingkungan rumah. Kepribadian individu mulai terbentuk pada masa kanak-kanak, sehingga orang tua mempunyai tanggung jawab besar dalam pembentukan self esteem sang anak.
Berikut adalah beberapa tips untuk membangun rasa harga diri yang tinggi pada anak, seperti dikutip Lifemojo :
Pertama, jadilah pendengar yang baik: Di tengah kehidupan modern saat ini, seringkali orang tua sulit meluangkan waktu untuk anak-anak mereka. Sesibuk apa pun, wajib bagi Anda untuk membagi waktu bersama anak-anak setiap hari. Tinggalkan semua pekerjaan Anda, duduk dan bicaralah dengan anak Anda seperti halnya Anda berbicara dengan orang dewasa.
Kedua, pujilah Anak Anda: Anak Anda mungkin datang kepada Anda untuk menunjukkan suatu keahlian atau hasil ujian yang diperolehnya di sekolah. Berikan pujian kepada anak Anda untuk karyanya, namun jangan berlebihan.
Ketiga, jangan bandingkan: Orang tua sering membandingkan satu anak dengan anak lain atau tetangga dengan maksud bahwa anak Anda dapat berubah dan menjadi seperti yang Anda harapkan. Namun, ini bukanlah cara yang benar karena dapat mengarah ke pembentukan perasaan rendah diri pada anak yang bersangkutan.
Keempat, jangan mengkritik terlalu keras: Kritik yang keras selalu membawa hasil yang merugikan. Jika Anda ingin mengkritik, lakukan dengan kata-kata yang halus dan jangan sampai menyinggung perasaannya.
Kelima, jadilah contoh: Anak-anak umumnya tidak terlalu bisa banyak mengingat nasihat dari orang tua mereka. Akan tetapi mereka cenderung mengamati perilaku dan sikap Anda. Jadi, berikanlah panutan yang baik pada anak-anak Anda.
Sementara anak membentuk identitas dan konsep mengenai diri sendiri, mereka secara implisit menentukan nilai positip dan negatip terhadap profil atribut mereka sendiri. Secara kolektif, evaluasi diri ini merupakan harga diri si anak.
Harga diri berbeda dengan konsep diri. Konsep diri tidak bersifat penilaian, sedangkan harga diri lebih mengacu pada evaluasi seseorang terhadap kualitas diri sendiri. Sekalipun sulit untuk mengukur harga diri anak dibawah usia 12 tahun, namun hal ini patut menjadi perhatian orang tua, karena harga diri yang buruk mungkin menjelaskan kegagalan anak di sekolah. Selain itu harga diri yang buruk akan membuat anak merasa tidak mampu berkembang, belajar dan berhubungan dengan orang lain.

 Hal-hal yang dapat menghancurkan harga diri seorang anak antara lain adalah rasa takut atau tidak adanya rasa aman, dan rasa malu yang merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan bagi setiap anak. Sedangkan hal-hal yang dapat membangun harga diri anak adalah apabila anak disukai, disayangi, anak tahu dirinya berarti positip bagi dunianya dan orang tuanya, serta cinta kasih yang nyata.
Hal-hal ini terangkum dan dapat diwujudkan dalam pemberian pujian kepada anak. Setiap anak membutuhkan pujian, untuk merasakan bahwa mereka mampu menyelesaikan sesuatu yang penting. Tidak mengherankan jika setiap anak senang sekali ketika menerima pujian.
Pujian juga memberikan akibat yang positif bagi anak, karena dapat memupuk percaya diri anak, mendorong anak untuk mengulang hal-hal yang positif, dan memacu prestasi anak. Pada dasarnya, setiap anak membutuhkan perasaan bahwa mereka mempunyai pengaruh atau kontribusi yang positif bagi lingkungannya, dan berharga bagi kelompok serta orang disekitarnya. Semua itu dapat dirasakan dan dimengerti dengan mudah oleh anak ketika dia mendapat pujian.
Bentuk pujian yang diberikan oleh orang tua dapat berupa pujian secara verbal, hadiah, sikap yang hangat (pelukan, ciuman atau tepuk tangan). Misalnya orang tua dapat mendorong anak untuk mengerti pengertian-pengertian rohani, menghafal ayat Alkitab, dan menstimulir dengan pujian atau hadiah.
Pujian juga dapat diberikan kepada anak dalam proses sosialisasinya. Orang tua dapat mendorong dan mengarahkan anak untuk mengambil bagian dalam aktivitas kelompoknya, dengan mengikuti aturan main dan tidak merugikan orang lain. Anak harus ditolong untuk mengembangkan kecintaannya untuk menolong orang lain. Dengan ini orang tua juga menolong anak menyalurkan energi dan partisipasinya secara positif dan menemukan pikiran-pikiran dan emosinya terhadap sesamanya. Diharapkan dalam perkembangannya kelak anak dapat mengembangkan dengan baik kecintaannya terhadap orang yang belum mengenal Tuhan dan menumbuhkan kepedulian sosialnya.

Sebaliknya, anak-anak yang miskin di dalam mendapatkan pujian, khususnya dari orang tua dan orang yang dekat dengannya, akan cenderung untuk menjadi pasif, kurang percaya diri dan kurang mempunyai semangat untuk maju. Dengan demikian anak akan bertumbuh dengan harga diri yang buruk.
Menurut Ranjit Singh (Enhancing Personal Quality (2004) harga diri dibentuk oleh faktor-faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor-faktor internal adalah faktor yang diciptakan dan dikembangkan individu bersangkutan seperti keyakinan diri dan kecakapan, aspirasi, dan atau prestasi diri. Sementara faktor eksternal merupakan faktor-faktor lingkungan seperti pengaruh orangtua dan umpan balik guru, teman-teman dan kolega. Faktor-faktor eksternal memainkan peran penting dalam membentuk harga diri anggota keluarga selama masa kanak-kanan khususnya selama usia tiga sampai lima tahun. Dalam tulisan ini uraian difokuskan pada peran keluarga.
Konteks dimana anak dibesarkan sangat besar pengaruhnya, kalau anak dibesarkan dalam konteks kekerasan, maka perilaku kekerasan akan menjadi bagian dari dirinya. Sebaliknya kalau anak dibesarkan dalam konteks yang positif, dimana hubungan antar anggota keluarga harmonis, memberikan contoh perilaku yang positif, memfokuskan pada tiga dimensi pengembangan anak secara seimbang, peka terhadap hal yang terjadi di lingkungannya, maka anak akan berkembang lebih positif. Aktivitas anak disesuaikan dengan tahapan usia, kemampuan, dan keunikan anak.
Menurut para psikolog, pengalaman awal selama masa kanak-kanak dan usia remaja seseorang memiliki pengaruh penting dalam pengembangan harga diri. Keluarga sebagai lembaga utama berperan dalam proses sosialisasi. Keluarga  membentuk kepribadian pada sang anak untuk memahami mana ha-hal yang bisa diterima atau tidak diterima, dicintai atau tidak dicintai, dan mana yang patut dan mana yang tidak dilakukan. Disini perilaku orangtua sangat sentral. Seperti Stephanie Martson dalam Singh, katakan, apa yang diperbuat orangtua akan merefleksi balik pada anak-anaknya dalam bentuk citra diri yang lambat laun akan memengaruhi dimensi kehidupan sang anak. Para peneliti banyak membuktikan bahwa pola orangtua membesarkan anggota keluarga (anak) akan mempengaruhi harga diri sang anaknya. Orangtua dengan harga diri tinggi cenderung membentuk sang anak yang berharga diri tinggi sebaliknya kalau harga dirinya rendah.
Juga ditemukan bahwa para ibu yang senang menghukum, sifat bermusuhan, dan lekas marah pada anak perempuannya cenderung menyebabkan sang anak tersebut berkepribadian sedih, dongkol atau benci, murung, dan bermusuhan. Sebaliknya kalau sang ibu memiliki emosi stabil cenderung mampu membesarkan sang anak perempuannya dengan kepribadian menyenangkan, ramah, dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan baik.
Orang tua yang otoriter dan permisiv cenderung membentuk harga diri anak-anaknya menjadi rendah. Sementara itu, orangtua yang memberi perintah dengan jelas dan proporsional cenderung membentuk harga diri sang anak menjadi tinggi. Berikut beberapa sisi perilaku orangtua yang dapat membentuk harga diri posiutif pada anak-anaknya.
Pertama, Mutu perilaku dan performa tinggi dari orangtua. Kedua, Menerapkan batas-batas yang jelas  mana perbuatan atau perilaku yang boleh dan mana yang tidak. Ketiga Bimbingan perilaku dan umpan balik performa orangtua. Keempat, Memperlakukan anak dengan respek dan kepercayaan diri. Kelima, Memberi perhatian dan terlibat dalam kegiatan akademik dan sosial sang anak. Keenam, Pendekatan yang tidak memaksa bakal membentuk disiplin diri sang anak. Ketujuh, Memperlakukan anak dengan demokratis seperti menaruh perhatian besar pada pendapat anak dalam pengambilan keputusan tentang waktu belajar,santai,bekerja membantu pekerjaan rumah tangga, waktu tidur, dan rencana keluarga.



Kesimpulan
Perhatian, kasih sayang, sensitivitas dan responsivitas orang tua sangat berperan. Orangtua peka akan kebutuhan anak, mengapa anak berperilaku tertentu untuk menarik perhatian orangtuanya. Dari sinilah anak akan merasa dirinya sebagai orang yang penting, diperhatikan (bukan dimanjakan), memiliki harga diri dan rasa percaya diri yang tinggi. Orang tua tahu kapan membolehkan anak menjatuhkan pilihannya sendiri dan kapan tidak. Pada anak usia Balita, dalam aspek psikososial, anak perlu belajar benar-salah, boleh dan tidak boleh.
Faktor lingkungan sangat berperan untuk melakukan perubahan, dalam artian memaksimalkan potensi yang dimiliki anak, dan hal-hal yang kurang berkembang. Juga untuk meminimalkan hal-hal yang negatif pada diri anak (temperamen, gangguan perkembangan/hendaya yang diidap oleh anak). Peran lingkungan adalah mengoptimalkan dimensi perkembangan mencakup faktor biologis (fisik, motorik), kognitif (bahasa, berpikir, daya nalar, daya ingat, dll), psikososial ( kemandirian, bagaimana anak bersikap, berperilaku, kesadaran akan diri, harga diri, percaya diri, dll). Sebagai contoh, anak akan belajar bagaimana mencintai orang lain kalau mereka dicintai oleh (terutama) orangtuanya.

Referensi 
1. Singgih D. Gunarsa, Psikologi perkembangan Anak Dan Remaja ( Jakarta : BPK Gunung  Mulia, 1991), 26. 
2. Paul Lewis, 40 Cara Mengarahkan Anak (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993), 99.

3.Beverly Lahaye, Membina Tempramen Anak (Bandung: Kalam Hidup,1977),126. 

4.James dobson, Mendidik Putra Anda (Jakarta: Immanuel, 2001),71.
Admin : Renal