Harga Diri Anak dan Pengaruhnya Terhadap hubungan sesama
Oleh Ronald Y. Sinlae, S.Th
Pendahuluan
Salah satu hal penting yang dapat kita kerjakan dalam pendidikan anak adalah mengembangkan dalam diri mereka kondisi emosi yang sehat dan konsep diri yang tepat, khususnya menurut Alkitab. Tanpa konsep diri yang benar, dan merasa diri berharga, anak akan hidup dalam kebingungan, tidak mampu untuk mencapai potensi yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
Konsep diri adalah seperangkat gagasan mengenai diri seseorang yang bersifat deskriptif, bukan suatu penilaian.
Selama masa kanak-kanak, anak mengembangkan pemahaman mengenai siapakah mereka dan dimana tempat mereka di dalam masyarakat. Pemahaman diri yang belum sempurna ini terus berkembang dan relatif stabil saat anak mencapai akhir sekolah dasar.
Konsep diri ini biasanya dapat diukur dengan jalan meminta anak untuk melihat diri mereka sendiri dan menceritakan bagaimana dia berbeda dengan orang lain. Dengan demikian konsep diri ini akan sangat mewarnai pertumbuhan pribadi anak, termasuk kerohaniannya, dan dalam proses sosialisasinya. Konsep diri ini akan memainkan bagian yang kritis dalam hubungan anak dengan sesamanya. Bagaimana konsep diri ini terbentuk? Sebagian besar pembentukan konsep diri dipengaruhi oleh lingkungan terdekatnya. Lingkungan pertama yang terdekat bagi anak adalah orang tua. Didalam proses perkembangannya, seorang anak membutuhkan teladan yang jelas dari orang tuanya. Standard yang jelas dan yang dilakukan oleh orang tua, yang akan membekali anak bahwa apa yang dilakukan adalah benar.
Untuk menemukan konsep dirinya anak membutuhkan figur seorang pemimpin. Figur pemimpin yang dimulai dari rumah akan sangat membantu anak untuk berkembang dengan sehat. Mayoritas ditemukan bahwa anak dan orang dewasa yang neurotik, bertumbuh di dalam rumah yang tidak ada figur ayah sebagai pemimpin, dan memiliki ibu yang dominan. Figur kepemimpinan ini juga dapat diperoleh diluar rumah, baik dari guru sekolah, guru sekolah minggu, teman, atau tokoh-tokoh imajinatif yang terdapat dalam buku dan media elektronik. Jika figur orang tua tidak kuat, maka figur di luar rumah lebih besar pengaruhnya terhadap anak.
Konsep diri anak juga dipengaruhi oleh penggolongan jenis kelamin dan identitas. Sejak masa kanak-kanak awal, seorang anak telah dipengaruhi oleh pengertian penggolongan jenis kelamin, harapan sosial dan pemakaian perilaku yang berbeda antara pria dan wanita. Dengan demikian anak sejak awal mulai mengidentifikasikan dirinya sesuai dengan nilai-nilai, harapan dan pola perilaku yang diterima dari lingkungan, khususnya orang tua.
Harga diri dibangun atas tiga unsur yang fundamental: pertama rasa aman karena merasa dimiliki. Hal ini timbul karena ia merasa menduduki posisi yang berarti dan kuat di dalam keluarga. Kedua rasa puas karena ia merasa berhasil. Setiap anak perlu mendapat suatu kesempatan untuk merasa berhasil dalam melakukan sesuatu, dalam bidang apa saja. Ketiga sukacita karena merasa dihargai.
Seorang anak akan senantiasa merasa bersukacita jika ia menyadari bahwa ia berharga dan hal itu dapat dicapai jika ia senantiasa dipelihara dengan ucapan-ucapan pujian yang tulus dan yang diberikan secara konsisten.
Seorang anak akan senantiasa merasa bersukacita jika ia menyadari bahwa ia berharga dan hal itu dapat dicapai jika ia senantiasa dipelihara dengan ucapan-ucapan pujian yang tulus dan yang diberikan secara konsisten.
Karena konsep diri ini berhubungan erat dengan nilai-nilai, harapan, dan pola perilaku yang diterima, maka nilai sistem, harapan dan pola perilaku yang paling awal berpengaruh adalah dari orang tua. Nilai sistem yang akan diserap anak adalah yang terjadi dalam pengalaman dan percakapan sehari-hari di dalam keluarga. Meier, dalam hal ini sangat menyoroti perubahan nilai sistem yang disodorkan oleh orang tua pada masa kini.
Harga Diri Anak dan Pengaruhnya Terhadap hubungan sesama
Ketika kita masih berdosa, Allah menyatakan kasihNya kepada kita. Berarti kita diterima oleh Allah dalam keadaan kita sejelek-jeleknya, karena pengorbanan Tuhan Yesus untuk kita (Roma 5:8).
Harga diri atau self esteem adalah pandangan keseluruhan dari individu tentang dirinya sendiri. Membangun citra diri biasanya diawali pada masa kanak-kanak dan sangat tergantung dari apa yang dia dengar tentang dirinya dari orang lain.
Jadi, jika seorang anak selama masa hidupnya mendengar pujian, motivasi, dan kritikan yang membangun, maka kemungkinan besar anak itu akan berkembang menjadi pribadi yang baik dan memiliki rasa harga diri yang tinggi. Di sisi lain, jika anak selalu dikritik, diperlakukan kasar dan tidak pernah diberikan penghargaan atas prestasi kecil yang dia dapat, maka anak cenderung tumbuh menjadi pribadi yang kurang memiliki kepercayaan diri.
Membangun kepribadian seorang anak normalnya dimulai dari lingkungan rumah. Kepribadian individu mulai terbentuk pada masa kanak-kanak, sehingga orang tua mempunyai tanggung jawab besar dalam pembentukan self esteem sang anak.
Berikut adalah beberapa tips untuk membangun rasa harga diri yang tinggi pada anak, seperti dikutip Lifemojo :
Pertama, jadilah pendengar yang baik: Di tengah kehidupan modern saat ini, seringkali orang tua sulit meluangkan waktu untuk anak-anak mereka. Sesibuk apa pun, wajib bagi Anda untuk membagi waktu bersama anak-anak setiap hari. Tinggalkan semua pekerjaan Anda, duduk dan bicaralah dengan anak Anda seperti halnya Anda berbicara dengan orang dewasa.
Kedua, pujilah Anak Anda: Anak Anda mungkin datang kepada Anda untuk menunjukkan suatu keahlian atau hasil ujian yang diperolehnya di sekolah. Berikan pujian kepada anak Anda untuk karyanya, namun jangan berlebihan.
Ketiga, jangan bandingkan: Orang tua sering membandingkan satu anak dengan anak lain atau tetangga dengan maksud bahwa anak Anda dapat berubah dan menjadi seperti yang Anda harapkan. Namun, ini bukanlah cara yang benar karena dapat mengarah ke pembentukan perasaan rendah diri pada anak yang bersangkutan.
Keempat, jangan mengkritik terlalu keras: Kritik yang keras selalu membawa hasil yang merugikan. Jika Anda ingin mengkritik, lakukan dengan kata-kata yang halus dan jangan sampai menyinggung perasaannya.
Kelima, jadilah contoh: Anak-anak umumnya tidak terlalu bisa banyak mengingat nasihat dari orang tua mereka. Akan tetapi mereka cenderung mengamati perilaku dan sikap Anda. Jadi, berikanlah panutan yang baik pada anak-anak Anda.
Sementara anak membentuk identitas dan konsep mengenai diri sendiri, mereka secara implisit menentukan nilai positip dan negatip terhadap profil atribut mereka sendiri. Secara kolektif, evaluasi diri ini merupakan harga diri si anak.
Harga diri berbeda dengan konsep diri. Konsep diri tidak bersifat penilaian, sedangkan harga diri lebih mengacu pada evaluasi seseorang terhadap kualitas diri sendiri. Sekalipun sulit untuk mengukur harga diri anak dibawah usia 12 tahun, namun hal ini patut menjadi perhatian orang tua, karena harga diri yang buruk mungkin menjelaskan kegagalan anak di sekolah. Selain itu harga diri yang buruk akan membuat anak merasa tidak mampu berkembang, belajar dan berhubungan dengan orang lain.
Hal-hal yang dapat menghancurkan harga diri seorang anak antara lain adalah rasa takut atau tidak adanya rasa aman, dan rasa malu yang merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan bagi setiap anak. Sedangkan hal-hal yang dapat membangun harga diri anak adalah apabila anak disukai, disayangi, anak tahu dirinya berarti positip bagi dunianya dan orang tuanya, serta cinta kasih yang nyata.
Hal-hal ini terangkum dan dapat diwujudkan dalam pemberian pujian kepada anak. Setiap anak membutuhkan pujian, untuk merasakan bahwa mereka mampu menyelesaikan sesuatu yang penting. Tidak mengherankan jika setiap anak senang sekali ketika menerima pujian.
Pujian juga memberikan akibat yang positif bagi anak, karena dapat memupuk percaya diri anak, mendorong anak untuk mengulang hal-hal yang positif, dan memacu prestasi anak. Pada dasarnya, setiap anak membutuhkan perasaan bahwa mereka mempunyai pengaruh atau kontribusi yang positif bagi lingkungannya, dan berharga bagi kelompok serta orang disekitarnya. Semua itu dapat dirasakan dan dimengerti dengan mudah oleh anak ketika dia mendapat pujian.
Bentuk pujian yang diberikan oleh orang tua dapat berupa pujian secara verbal, hadiah, sikap yang hangat (pelukan, ciuman atau tepuk tangan). Misalnya orang tua dapat mendorong anak untuk mengerti pengertian-pengertian rohani, menghafal ayat Alkitab, dan menstimulir dengan pujian atau hadiah.
Pujian juga dapat diberikan kepada anak dalam proses sosialisasinya. Orang tua dapat mendorong dan mengarahkan anak untuk mengambil bagian dalam aktivitas kelompoknya, dengan mengikuti aturan main dan tidak merugikan orang lain. Anak harus ditolong untuk mengembangkan kecintaannya untuk menolong orang lain. Dengan ini orang tua juga menolong anak menyalurkan energi dan partisipasinya secara positif dan menemukan pikiran-pikiran dan emosinya terhadap sesamanya. Diharapkan dalam perkembangannya kelak anak dapat mengembangkan dengan baik kecintaannya terhadap orang yang belum mengenal Tuhan dan menumbuhkan kepedulian sosialnya.
Sebaliknya, anak-anak yang miskin di dalam mendapatkan pujian, khususnya dari orang tua dan orang yang dekat dengannya, akan cenderung untuk menjadi pasif, kurang percaya diri dan kurang mempunyai semangat untuk maju. Dengan demikian anak akan bertumbuh dengan harga diri yang buruk.
Menurut Ranjit Singh (Enhancing Personal Quality (2004) harga diri dibentuk oleh faktor-faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor-faktor internal adalah faktor yang diciptakan dan dikembangkan individu bersangkutan seperti keyakinan diri dan kecakapan, aspirasi, dan atau prestasi diri. Sementara faktor eksternal merupakan faktor-faktor lingkungan seperti pengaruh orangtua dan umpan balik guru, teman-teman dan kolega. Faktor-faktor eksternal memainkan peran penting dalam membentuk harga diri anggota keluarga selama masa kanak-kanan khususnya selama usia tiga sampai lima tahun. Dalam tulisan ini uraian difokuskan pada peran keluarga.
Konteks dimana anak dibesarkan sangat besar pengaruhnya, kalau anak dibesarkan dalam konteks kekerasan, maka perilaku kekerasan akan menjadi bagian dari dirinya. Sebaliknya kalau anak dibesarkan dalam konteks yang positif, dimana hubungan antar anggota keluarga harmonis, memberikan contoh perilaku yang positif, memfokuskan pada tiga dimensi pengembangan anak secara seimbang, peka terhadap hal yang terjadi di lingkungannya, maka anak akan berkembang lebih positif. Aktivitas anak disesuaikan dengan tahapan usia, kemampuan, dan keunikan anak.
Menurut para psikolog, pengalaman awal selama masa kanak-kanak dan usia remaja seseorang memiliki pengaruh penting dalam pengembangan harga diri. Keluarga sebagai lembaga utama berperan dalam proses sosialisasi. Keluarga membentuk kepribadian pada sang anak untuk memahami mana ha-hal yang bisa diterima atau tidak diterima, dicintai atau tidak dicintai, dan mana yang patut dan mana yang tidak dilakukan. Disini perilaku orangtua sangat sentral. Seperti Stephanie Martson dalam Singh, katakan, apa yang diperbuat orangtua akan merefleksi balik pada anak-anaknya dalam bentuk citra diri yang lambat laun akan memengaruhi dimensi kehidupan sang anak. Para peneliti banyak membuktikan bahwa pola orangtua membesarkan anggota keluarga (anak) akan mempengaruhi harga diri sang anaknya. Orangtua dengan harga diri tinggi cenderung membentuk sang anak yang berharga diri tinggi sebaliknya kalau harga dirinya rendah.
Juga ditemukan bahwa para ibu yang senang menghukum, sifat bermusuhan, dan lekas marah pada anak perempuannya cenderung menyebabkan sang anak tersebut berkepribadian sedih, dongkol atau benci, murung, dan bermusuhan. Sebaliknya kalau sang ibu memiliki emosi stabil cenderung mampu membesarkan sang anak perempuannya dengan kepribadian menyenangkan, ramah, dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan baik.
Orang tua yang otoriter dan permisiv cenderung membentuk harga diri anak-anaknya menjadi rendah. Sementara itu, orangtua yang memberi perintah dengan jelas dan proporsional cenderung membentuk harga diri sang anak menjadi tinggi. Berikut beberapa sisi perilaku orangtua yang dapat membentuk harga diri posiutif pada anak-anaknya.
Pertama, Mutu perilaku dan performa tinggi dari orangtua. Kedua, Menerapkan batas-batas yang jelas mana perbuatan atau perilaku yang boleh dan mana yang tidak. Ketiga Bimbingan perilaku dan umpan balik performa orangtua. Keempat, Memperlakukan anak dengan respek dan kepercayaan diri. Kelima, Memberi perhatian dan terlibat dalam kegiatan akademik dan sosial sang anak. Keenam, Pendekatan yang tidak memaksa bakal membentuk disiplin diri sang anak. Ketujuh, Memperlakukan anak dengan demokratis seperti menaruh perhatian besar pada pendapat anak dalam pengambilan keputusan tentang waktu belajar,santai,bekerja membantu pekerjaan rumah tangga, waktu tidur, dan rencana keluarga.
Kesimpulan
Perhatian, kasih sayang, sensitivitas dan responsivitas orang tua sangat berperan. Orangtua peka akan kebutuhan anak, mengapa anak berperilaku tertentu untuk menarik perhatian orangtuanya. Dari sinilah anak akan merasa dirinya sebagai orang yang penting, diperhatikan (bukan dimanjakan), memiliki harga diri dan rasa percaya diri yang tinggi. Orang tua tahu kapan membolehkan anak menjatuhkan pilihannya sendiri dan kapan tidak. Pada anak usia Balita, dalam aspek psikososial, anak perlu belajar benar-salah, boleh dan tidak boleh.
Faktor lingkungan sangat berperan untuk melakukan perubahan, dalam artian memaksimalkan potensi yang dimiliki anak, dan hal-hal yang kurang berkembang. Juga untuk meminimalkan hal-hal yang negatif pada diri anak (temperamen, gangguan perkembangan/hendaya yang diidap oleh anak). Peran lingkungan adalah mengoptimalkan dimensi perkembangan mencakup faktor biologis (fisik, motorik), kognitif (bahasa, berpikir, daya nalar, daya ingat, dll), psikososial ( kemandirian, bagaimana anak bersikap, berperilaku, kesadaran akan diri, harga diri, percaya diri, dll). Sebagai contoh, anak akan belajar bagaimana mencintai orang lain kalau mereka dicintai oleh (terutama) orangtuanya.
Referensi
1. Singgih D. Gunarsa, Psikologi perkembangan Anak Dan Remaja ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1991), 26.
2. Paul Lewis, 40 Cara Mengarahkan Anak (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993), 99.
3.Beverly Lahaye, Membina Tempramen Anak (Bandung: Kalam Hidup,1977),126.
4.James dobson, Mendidik Putra Anda (Jakarta: Immanuel, 2001),71.
Referensi
1. Singgih D. Gunarsa, Psikologi perkembangan Anak Dan Remaja ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1991), 26.
2. Paul Lewis, 40 Cara Mengarahkan Anak (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993), 99.
3.Beverly Lahaye, Membina Tempramen Anak (Bandung: Kalam Hidup,1977),126.
4.James dobson, Mendidik Putra Anda (Jakarta: Immanuel, 2001),71.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar