Sintesa Gembala Sidang dan Pendidikan Agama Kristen
Oleh : Ronald Y. Sinlae, S.Th
Definisi
Kata
“Gembala” dalam perjanjian lama menggunakan kata רָעָה (ra‘ah)
mengandung makna to tend yang berrti
memelihara; pasture yang berarti
memberi makan rumput segara, mengembalakan.
Pendidikan
Agama Kristen dalam pernyataan Martin Luther (1483-1548) menjelaskan pengertian
Pendidikan Agama Kristen adalah Pendidikan yang melibatkan warga jemaat untuk
belajar teratur dan tertib agar semakin menyadari dosa mereka serta bersukacita
dalam firman Yesus Kristus yang memerdekakan. Pendidikan Agama Kristen
berfungsi untuk memperlengkapi mereka dengan sumber iman, khususnya yang berkaitan
dengan pengalaman berdoa, firman dan rupa-rupa kebudayaan sehingga mereka mampu
melayani sesamanya termasuk masyarakat dan negara serta mengambil bagian dengan
bertanggung jawab dalam persekutuan Kristen.
Tugas
Sebagai
gembala sidang mempunyai tugas utama yaitu mengasihi Domba-domba dalam Yesaya
40:11, Yohanes 10:14, gembala mengenal domba-domba dan domba-domba mengenal
gembala.
Kedua,
gembala melayani domba, 1 Petrus 5:2, 1 Tesalonika 2:7, Yohanes 10:15. Ketiga,
Gembala menjadi teladan bagi domba, 1 Petrus 5:3, 1 Korintus 11:1. Keempat,
memimpin Domba dalam Yesaya 45, Yesaya,40:11, kelima, memperlengkapi domba,
Filipi 1:9-10, 1 Yoh 4:1, Matius 4:4; Kolose 3:16.
Alexander
Strauch mengatakan bahwa, “Tugas Penggembalaan itu ditandai dengan hubungan yang
erat sekali, kasih, kelemah lembutan, kerendahan hati, kecakapan, dan kerja
keras.
Guru
menjadi penuntun murid untuk percaya dan menerima Kristus sebagai Juruselamat.
Menjadi tanggungjawab guru untuk dapat menjelaskan tentang Jalan Keselamatan
sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Firman Allah. Dengan lain kata, guru
harus kenal Juruselamat baru dapat mengenalkan orang lain pada Juruselamat.
Tuntunan bukan berarti paksaan, namun tuntunan dapat juga menjadi paksaan.
Sebab itu para guru hendaknya tidak memaksa muridnya untuk mengenal
Juruselamat, namun menuntun muridnya dengan kasih dan mendoakannya, sehingga
dengan kesadaran diri dapat menerima Kristus.
Dengan
hadirnya Kristus dalam hidup, maka hidup itu diberkati oleh Allah; itulah yang
menjadi hasil pelayanan para guru Kristen. Kehadiran Roh Kudus yang diberikan
kepada setiap orang percata, termasuk guru-guru Kristen, itulah yang dapat
membuka semua rahasia Allah yang tersembunyi. Pelayanan Pendidikan Agama
Kristen harus menuntun murid sampai pada pemilikan karunia-karunia yang
diberikan Allah bagi orang percaya. Guru dalam hal ini mendapat kesempatan yang
luar biasa untuk menunjukkan kekayaan/kemuliaan dan maksud kekal Allah bagi
muridnya.
Iman Kristen semuanya bersumber pada
Alkitab, sebab itu pengenalan, pengetahuan tentang Firman Allah ini sangat
penting dan relevan bagi para guru, murid dan orang percaya. Dengan Firman
Allah inilah tujuan pembelajaran memahami perintah, petunjuk, nasihat yang
selanjutnya menuntun para guru, murid, dan orang percaya untuk sadar akan
rencana Allah yang hakiki bagi hidup Kristen. Pengetahuan Alkitab merupakan hal
utama yang perlu mendapat sorotan-perhatian dari para guru Pendidikan Agama
Kristen, agar dapat menciptakan murid-murid yang tumbuh dalam kedewasaan yang
penuh dengan kekuatan Firman Allah. Sadar dan memiliki Firman Allah akan
membuat hidup dan tabiat mampu merefleksikan kebenaran Injil dengan tepat dan
etis.
Kesimpulan
Hubungan antara Gembala sidang dan
Pendidikan kristen tidak dapat dipisahkan Yaitu:
Sebagai
gembala sidang mempunyai tugas utama yaitu mengasihi Domba-domba dalam Yesaya
40:11, Yohanes 10:14, gembala mengenal domba-domba dan domba-domba mengenal
gembala.
Kedua,
gembala melayani domba, 1 Petrus 5:2, 1 Tesalonika 2:7, Yohanes 10:15. Ketiga,
Gembala menjadi teladan bagi domba, 1 Petrus 5:3, 1 Korintus 11:1. Keempat,
memimpin Domba dalam Yesaya 45, Yesaya,40:11, kelima, memperlengkapi domba,
Filipi 1:9-10, 1 Yoh 4:1, Matius 4:4; Kolose 3:16.
Referensi :
1. James Strong, The New Strong’s
Exhaustive Concordance of the Bible “Greek Dictionary of the New Testament”
(Kanada: Thomas Nelson Publisher’s, 1990), 27.
2. Hasan Susanto, Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia
dan konkordansi Perjanjian Baru Jilid 1 (Jakarta: LAI, 2004), 656.
3. Steven
Talumewo, Kevin C., Antropologi dan
Hamartologi (Surabaya, STEP, 1994), 22.
4. Robert R. Boehlke, Sejarah
Perkembangan Pemikiran dan Praktek PAK dari Plato sampai Ig. Loyola, (Jakarta :
BPK Gunung Mulia, 1994), 342.
5. Alexander
Strauch, Kepenatuaan atau Kependetaan:
Manakah yang Alkitabiah (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1992), 135.
Admin : Renal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar